Tradisi Mentato suku Mentawai merupakan bentuk seni rupa tradisional

Suku Mentawai  adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Sebagaimana suku Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Daerah hunian warga Mentawai, selain di Mentawai juga di Kepulauan Pagai Utara dan Pagai Selatan. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya.

 
Tradisi rajah atau dalam bahasa Mentawai titi merupakan salah satu bentuk pengungkapan jati diri dan identitas orang Mentawai yang telah diwariskan leluhur mereka secara turun-temurun. Tato Mentawai merupakan bentuk seni rupa tradisional yang sangat terkenal di dunia, namun kini di daerah asalnya terancam kepunahannya. Jika kita berkunjung ke pulau Pagai dan Sipora, di sana kita tidak lagi menemukan orang-orang Mentawai yang melanjutkan tradisi tato dan ritual-ritual Arat Sabulungan hanya tinggal carita dari leluhur di masa-masa yang telah berlalu.

Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan adalah tiga pulau di mana orang Mentawai yang berdiam di sana tak lagi menato dirinya sejak 1950-an. Menurut Urlik, di Pulau Sipora yang orang Mentawainya kini sekitar 8.000 jiwa, yang masih memiliki tato tak lebih dari 10 orang. Tiga laki-laki dan selebihnya perempuan. Usia mereka di atas 70 tahun.

Hal yang sama juga terjadi di Pagai. Meski dihuni lebih 11.000 orang Mentawai, yang masih memiliki tato juga tak lebih dari 10 orang. Mereka juga berumur di atas 70 tahun.

"Bisa dipastikan, dalam 20 tahun ke depan tidak akan ada lagi orang Mentawai Sipora dan Pagai yang memiliki tato di tubuhnya," katanya.

Ada beberapa penyebab, menurut Urlik, kenapa tato hilang di Sipora dan Pagai. Pertama, ajaran agama yang melarang kepercayaan Arat Sabulungan, kepercayaan kepada roh-roh, dan menganggap tato bagian dari kepercayaan itu.

Kedua, upacara membuat tato diawali dengan rangkaian upacara lain yang lama (paling cepat enam bulan) dan banyak pantangan (larangan). Upacara ini disebut ‘punen'. Karena itu banyak orang Mentawai yang tidak ingin menjalankannya karena sangat berat.

Ketiga, ada rasa malu bagi orang Mentawai, terutama yang bersekolah ke luar daerah untuk menato dirinya, karena dianggap orang lain sebagai lambang keterbelakangan dan primitif. Kelompok orang Mentawai modern ini merasa lega terlepas dari budaya Arat Sabulungan.

Malu Karena Tidak 'Bulepak'
Untuk bisa menato diri, suatu suku di Sipora harus melakukan ‘punen' yang paling cepat menghabiskan waktu enam bulan. Punen dimulai dengan mendirikan uma (rumah adat khas Mentawai) dengan memotong sejumlah babi dan mengikuti berbagai pantangan. Di antaranya tidak boleh melakukan seks dengan istri, tidak boleh memandang wanita, tidak boleh makan dan minum sebelum acara makan dan minum bersama, dan sebagainya.

"Acara puncak punen adalah dengan melakukan perjalanan ke Pulau Siberut sebagai asal orang Mentawai, acara itu disebut ‘Bulepak', ke sana naik sampan sampai 40 orang, jika sudah kembali dengan selamat menempuh ombak yang besar dari Siberut dengan membawa manik-manik khas Siberut, maka semua warga suku sudah boleh menato diri," kata Urlik.

Upacara seperti inilah yang berat dilakukan orang Sipora. Menurut Urlik, acara ‘Bulepak' terakhir yang dilakuan orang Sipora pada 1950-an. Setelah itu tidak ada lagi orang Mentawai di Sipora yang melakukan itu. Akibatnya, mereka tidak berani menato diri, karena syaratnya tidak ada.

"Mereka malu menato diri karena tidak pernah ‘Bulepak', setelah itu tak ada lagi orang Sipora yang bertato, hal yang sama juga terjadi di Pagai," katanya.

Ditato Itu Sakit

Di Siberut, pulau terbesar di Kepulauan Mentawai dan merupakan pusat dan asal kebudayaan Mentawai, masih ada sejumlah kampung pedalaman yang masih menggunakan tato. Di kampung-kampung di Sarereiket, Ugai, Matotonan, Madobak, Simatalu, Sakudei, dan Simalegi penduduknya masih memakai tato.

Meski di beberapa kampung para pemuda dan gadis yang mulai dewasa tetap ditato tubuhnya, namun yang meninggalkan tradisi tato jauh lebih banyak. Umumnya mereka yang sudah berinteraksi dengan dua modern, seperti melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA yang hanya terletak di ibukota kecamatan atau ke Padang.

"Umumnya kampung-kampung yang tradisi tatonya masih ada adalah yang menganut Katolik, sebab Katolik lebih longgar dan tidak sekeras Protestan melarang mereka, tetapi anak-anak muda yang bersekolah tak lagi mau ditato," kata Urlik.

Tradisi bertato memang mulai ditinggalkan di Mentawai, seiring dengan pangaruh dunia luar. Jika dulu orang yang bertato dianggap sebagai lambang orang yang sehat dan kuat di Mentawai, kini anggapan itu telah beralih sebagai orang yang terbelakang.

"Ditato itu sakit dan lagian lambang primitif," kata Gerson Saleleubaja, 24 tahun, pemuda asal Maileppet, Siberut Selatan, yang kini menjadi jurnalis di Tabloid Puailiggoubat, sebuah koran lokal di Mentawai.

Terlepas dari itu, sebenarnya tato tradisional Mentawai adalah khazanah dunia. Ady Rosa, peneliti tato Indonesia dari Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Padang, menyimpulkan bahwa tato Mentawai termasuk tato tertua di dunia.

Sayang, belum banyak yang meneliti jenis dan makna tato di Mentawai. Ady Rosa sendiri baru meneliti penggunaan tato pada orang Mentawai di sejumlah kampung di Siberut dan belum meneliti tato di Sipora dan Pagai. Padahal, menurut Urlik, tato Sipora dan Pagai memiliki perbedaan tertentu dari tato Siberut.


Misalnya, di Sipora ada tato tiga garis lengkung di pipi dan satu garis lurus dari dagu hingga leher. Tato-tato ini belum diteliti dan akan segera hilang karena pemakainya yang sudah uzur.

160 Motif Tato

Tato oleh orang Mentawai tak hanya berfungsi untuk keindahan tubuh, tetapi juga lambang yang menunjukkan posisi atau derajat orang yang memakainya.

Ady Rosa, peneliti tato dari Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Padang menyimpulkan, seni tato yang oleh orang Mentawai disebut ‘titi' mulai dikenal di Mentawai sejak orang Mentawai datang antara tahun 1500 sampai 500 Sebelum Masehi. Mereka adalah suku bangsa protomelayu yang datang dari Yunan, kemudian berbaur dengan budaya Dongson.

"Tato di Siberut sudah jauh sebelum bangsa Mesir mulai membuat tato sekitar tahun 1300 SM, jadi bukan tato Mesir yang tertua di dunia, tapi tato Mentawai," katanya.

Ady Rosa dalam laporan hasil penelitiannya berjudul ‘Fungsi dan Makna Tato Mentawai' (2000) menyimpulkan, ada tiga fungsi tato bagi orang Mentawai. Pertama, sebagai tanda kenal wilayah dan kesukuan yang tergambar lewat tato utama. Ini semacam kartu tanda penduduk (KTP).

Kedua, sebagai status sosial dan profesi. Motif yang digambarkan tato ini menjelaskan apa profesi si pemakai, misalnya sikerei (tabib dan dukun), pemburu binatang, atau orang awam. Ketiga, sebagai hiasan tubuh atau keindahan. Ini tergambar lewat mutu dan kekuatan ekspresi si pembuat tato (disebut ‘sipatiti') melalui gambar-gambar yang indah.

Menurt Ady, ada sekitar 160 motif tato yang ada di Siberut. Masing-masing berbeda satu sama lain. Setiap orang Mentawai, baik laki-laki maupun perempuan bisa memakai belasan tato di sekujur tubuhnya.

Pembuatan tato sendiri melewati proses ritual, karena bagian dari kepercayaan Arat Sabulungan (keparcayaan kepada roh-roh). Bahan-bahan dan alat yang digunakan didapat dari alam sekitarnya. Hanya jarum yang digunakan untuk perajah yang merupakan besi dari luar. Sebelum ada jarum, alat pentatotan yang dipakai adalah sejenis kayu karai, tumbuhan asli Mentawai, yang bagian ujungnya diruncingkan.

Sipatiti (pembuat tato) adalah seorang lelaki dan tidak boleh perempuan. Sebelum pembuatan tato harus diadakan ‘punen patiti' (upacara pentatoan). Upacara dipimpin oleh seorang sikerei. Upacara yang dilakukan dengan menyembelih beberapa ekor babi ini harus dibiayai oleh orang yang ditato dan hanya dilakukan pada awal pentatoan.

Membuat tato di Mentawai dilakukan tiga tahap. Tahap pertama pada saat seseorang berusia 11-12 tahun, dilakukan pentatoan di bagian pangkal lengan. Tahap kedua usia 18-19 tahun dengan menato bagian paha. Tahap ketiga setelah dewasa.

Proses pembuatan tato memakan waktu dan diulang-ulang. Tentu saja menimbulkan rasa sakit dan bahkan menyebabkan demam.

Related Posts:

Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]


Sample 2 “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” . (Bung Karno) “Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. (Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno) “Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno) “Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”. (Bung Karno) “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961) “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno) “……….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan……” (Bung Karno) Untuk memilih jenis tomat yang akan ditanam hendaknya sesuaikan dahulu dengan karateristik lokasi. Apabila kebun Anda berada di dataran tinggi pilihlah varietas yang cocok untuk dataran tinggi begitu juga sebaliknya. Benih tomat bisa didapatkan dengan mudah diberbagai toko penyedia saprotan. Apabila Anda sulit mendapatkannya atau harganya terlalu mahal, kita bisa membuatnya sendiri. Caranya dengan menyeleksi buah tomat yang paling baik dari segi ukuran (besar) dan bentuk (tidak cacat). Langahnya sebagai berikut, pilih buah tomat yang akan dijadikan benih. Kemudian biarkan buah tomat tersebut menua di pohon. Setelah cukup tua ambil bijinya dan bersihkan dari lendir yang menyelubunginya dengan air. Setelah itu rendam dalam air, pilih biji yang tenggelam. Kemudian lakukan seleksi sekali lagi terhadap biji tomat, pilih yang bentuknya sempurna(tidak cacat atau keriput). Langahnya sebagai berikut, pilih buah tomat yang akan dijadikan benih. Kemudian biarkan buah tomat tersebut menua di pohon. Setelah cukup tua ambil bijinya dan bersihkan dari lendir yang menyelubunginya dengan air. Setelah itu rendam dalam air, pilih biji yang tenggelam. Kemudian lakukan seleksi sekali lagi terhadap biji tomat, pilih yang bentuknya sempurna (tidak cacat atau keriput).